Monday, February 7, 2011

Tangkai- Tangkai Rembulan

"I liberate u, Malicca", ucapku malam itu.
"Aku ingin coba ikhlas melepasmu", lanjutku, tertahan.
Malicca menangis tanpa suara, berusaha senyum. Tak bisa juga, akhirnya ia menunduk.Sungguh Aku tidak sanggup berlama- lama melihat kedua belah mata indah itu menangis. Aku tak pernah ingin melihatnya terluka. Tapi ini harus kulakukan. Akhirnya malam itu aku melepasnya.Aku tak tahu apakah aku benar- benar ikhlas atau tidak. Tapi setelahnya aku belajar betul untuk ikhlas. Kami bercerai.

Terkadang apa yang telah kita coba ikhlaskan untuk pergi, Tuhan kirim kembali untuk kita. Seperti 3 tahun setelah gerimis di malam aku menceraikannya. Bidadari cantik itu pun dikirim Tuhan kembali untukku .

Aku rujuk dengannya. Sungguh mimpi untuk hidup bersamanya lagi itu sebelumnya telah kucoba hapus. Walau aku sangat menginginkannya. Tapi maha suci Tuhan, Ia tahu seberapa besar aku membutuhkan Malicca. Satu-satunya wanita lembut yang merasuki perlahan setiap sendi- sendi kehidupanku.
Sepi dan nyeri selama 3 tahun itu seperti tidak pernah terjadi, saat Tuhan kirim ia kembali ke dalam hidupku.
.

Malam- malam seperti ini, selama tiga tahun aku habiskan berdoa sendirian di ruang kerjaku. Aku mengadukan setiap geliat hati sejak menceraikan Malicca malam itu kepada Tuhanku. Malam ini berbeda, bidadari cantik itu ikut menemaniku qiyam dan mengadu kepada Rab kami. Syukur yang sama kita panjatkan malam ini. Tak ada habisnya mensucikan asma-Nya. Seperti mimpi. Tidak, jauh lebih indah dari mimpi.

Biasanya sore- sore seperti ini Malicca, Istriku, membuatkanku teh beraroma mint. Aku suka sekali ketika dia menuangkan isi teko putih itu ke dalam cangkir. Aroma teh dan mint yang bercampur dengan wangi rambutnya. Ia tersenyum lantas mencium pundakku. Aku membalas mencium keningnya. Ia begitu cantik. Begitu kusayang. Aku juga sangat rindu ketika dia membalikkan badan membelakangiku, berjalan menghampiri purnama kembar kami, pemberian Tuhan nan cantik. Mencandai mereka. Tertawa lembut. Aku sangat rindu itu.

Sore ini tak ada lagi tawa itu.Tak ada lagi dua tangan lentik Malicca yang selalu membelai tiap- tiap helai rambut kedua anakku. Sore ini, dua putri kembarku juga bermain. Tapi hanya berdua, tanpa ibu mereka. Malicca - istriku-, benar- benar telah pergi sekarang, kembali kepada Zat yang pernah menitipkannya dulu padaku. Tuhan kami. Tapi wanginya tetap selalu tercium setiap kali aku bernafas. Dia selalu di sini, di hati .

Aku teringat candanya empat tahun yang lalu. Di teras ini. "Pa,aku ga mau ditinggal papa nanti. Mama aj yah, nanti yang duluan," ujarnya manis, sambil bergelayut manja. Tidak pernah terfikir, dia akan benar- benar mendahuluiku.


Ya Allah,beri ia tempat terindah di sisimu. Seperti pernah dia menempatkanku di tempat terindah di dunia ini, hatinya yang lembut.












05:12 am
Kairo.

No comments: