Monday, February 7, 2011

m a n i s

Orang- orang menyebutnya Masjid Nurul Khattab. Aku menyebutnya Masjid Nury Khattab. Hampir sama dengan namaku.

***

Aku pandangi terus kubah hijau masjid itu sambil berjalan. Sudah hampir tiga tahun dari pertama kali aku lihat hijaunya.

Bagian atasnya mulai basah menampakkan warna lebih tua dari badannya yang lain.

Seperti dicelupkan ke dalam cangkir awan, kemudian sedikit demi sedikit merembes dan menyapu lekat debu di badnanya.

Tiba- tiba saja aku ingat kamu yang suka sekali dengan manis. Aku ingat kue yang sering benar kau ceritakan. Legitnya, warnanya, juga siraman gula di atasnya. Semua kamu ceritakan. Dari bagaimana kamu potong kue itu dengan tepi sendokmu , sampai bagaimana cara kamu membiarkan manisnya menjalar ke seluruh titik- titik rasa di lidahmu. Pasti saat itu dahiku berkerut, seolah gula- gula di ceritamu itu ikut merembes di lidahku. Aku tak suka manis. Tak ada sensasi yang aku dapatkan selain pening darinya. Kamu juga tahu itu. Tapi aku suka , selalu suka mendengarmu bercerita tentang manisan itu.

Gerimis lalu semakin riang berkejaran di sepanjang jalann yang aku lewati. Aku juga jadi ingat, aku pernah ngotot soal gerimis dan hujan. Kamu tertawa ringan saat itu, dan aku suka sekali saat tawamu berganti senyuman sambil mendengar ocehanku di sepanjang jalan.

Aku terus menembus larik- larik air. Deru angin yang semakin liar, serupa sekelebat bayangmu di kepalaku.

Lalu aku bisikkan pelan padanya, " Aku ingin sekali ada satu malam lagi untuk melihat kubah hijau itu dengan hiasan lampu- lampu di atasnya ". Tapi kemudian aku lari, ada sesal karena mennanyakannya. Kau pun tahu, aku selalu takut bahkan untuk membayangkan jawabanmu tentang itu.

***


No comments: