Tuesday, February 15, 2011

Dua Dimensi Luka



Aku simpan terus janjimu, dalam asa.
Dalam doa, lelapku, juga di tiap- tiap detik yang terus ku teguk.
Hingga nanti tiba saatnya kau tak mungkin lagi berjanji.

Rindu pernah datang begitu saja
Kali ini datang lagi, dan akan terus datang.
Seperti langit malam yang birunya disembunyikan gelap.
Selalu saja begitu.
Aku peluk erat kakiku, duduk dibawahnya.
Hanya ada aku , malam , dan dingin. 
Ada butiran- butiran hangat di ujung mataku yang kemudian membeku di ujung daguku.

Ah, malam tiba tiba saja berubah menjadi getir di mataku. Desiran anginnya lebih terdengar seperti sayatan- sayatan luka.


***
Hujan rintik- rintik di kotaku. Dingin. Aku tak pernah merasakan dingin yang seperti ini, saat kupandangi layar ponselku. Ada pesan masuk. Darinya. "Mas, sore ini temani aku ambil kebaya ya".
Tak lama lagi aku memasuki hidup yang baru. Aku akan segera menemukan diriku, dengan orang lain di dalam kotak hidup yang belum sempat kupilih. Aneh rasanya, memasuki ruang yang tak pernah kubayangkan untuk kumasuki sebelumnya.

Tiga pesan terakhirku belum juga kau balas. Barangkali kau sengaja tak membalsnya untuk menunjukkan bahwa kau marah lantaran cemburu dan patah hati. Aku cemas menerka- nerka. Bisa jadi kau hanya kehabisan pulsa. Ck. Aku berdecak. 
Mungkin memang seharusnya aku tak pernah berjanji. 


***
Sampai saat ini aku belum bisa tidur tenang. Padahal, mungkin saja di sana kau sedang terlelap, atau... Ah, apasajalah!
Andai saja kau tahu, kabar terakhirmu sungguh membuatku sakit.


Bersungguh- sungguh kah kau dulu pernah berjanji? Atau hanya terlampau kasihan untuk membuatku kecewa?
Di sini aku lebih dari sekedar kecewa  yang sepertinya  (lagi- lagi) belum sempat kau bayangkan.

***

















Kairo, 
Konser sedih.

16 Februari 2011.

Sunday, February 13, 2011

Elastisitas Hati


aku perhatikan,
ternyata semua menyudut pada titik yang sama.

aku perhatikan,
heran.

heran, mengapa baru sekarang sempat memperhatikan.

tapi aku tidak boleh kalah dengan masa lalu.
masa lalu-ku, ataupun masa lalu-mu

tak  ada habisnya mengurai masalalu.
Karena apa yang tidak menyakiti dulunya,bisa jadi menyakiti sekarang.
dan apa yang pernah menyakiti dulunya, untuk dibalut saat ini, sudah terlanjur kering



apa saja,
aku ingin tenang bersamamu.

Monday, February 7, 2011

CopyPaste-2

Jika seorang perempuan menangis dihadapanmu, itu berarti dia tak dapat menahannya lagi.
Jika kamu memegang tangannya saat dia menangis, dia akan tinggal bersamamu sepanjang hidupmu.
Jika kamu membiarkannya pergi, dia tidak akan pernah kembali lagi menjadi dirinya
yang dulu. Selamanya.
Seorang perempuan tidak akan menangis dengan mudah, kecuali didepan orang yang amat dia sayangi.
Dia menjadi lemah.
Seorang perempuan tidak akan menangis dengan mudah, Hanya jika dia sangat menyayangimu , dia akan menurunkan rasa egoisnya.

Lelaki..
jika seorang perempuan pernah menangis karena mu, tolong pegang tangannya dengan pengertian.
dia adalah orang yang akan tetap bersamamu sepanjang hidupmu
Lelaki..
jika seorang perempuan menangis karenamu.
Tolong jangan menyia-nyiakannya.
Mungkin karena keputusanmu, kau merusak kehidupannya.

Saat dia menangis didepanmu, saat dia menangis karnamu, lihatlah matanya..
dapatkah kau lihat dan rasakan sakit yang dirasakannya?
Pikirkan!
perempuan mana lagikah yang akan menangis dengan murni, penuh rasa sayang ,didepanmu dan karenamu..
Dia menangis bukan karena dia lemah.
Dia menangis bukan karena dia menginginkan simpati atau rasa kasihan.
Dia menangis, karena menangis dengan diam-diam tidaklah memungkinkan lagi.

Lelaki..
Pikirkanlah tentang hal itu.
Jika seorang perempuan menangisi hatinya untukmu, dan semuanya karena dirimu.
Inilah waktunya untuk melihat apa yang telah kau lakukan untuknya.
Hanya kau yang tahu jawabannya..
Pertimbangkanlah..
karena suatu hari nanti ,
Mungkin akan terlambat untuk menyesal, mungkin akan terlambat untuk bilang maaf !


perempuan bukan diciptakan dari tulang kaki laki2,
agar perempuan tidak bisa diInjak2 .
bukan pula dari tulang kepala laki2 ,
agar perempuan tidak bisa semena2 dengan laki2.
tetapi dari tulang rusuk laki2 ,
dekat dengan hati, agar perempuan dapat dicintai
dan dekat dengan tangan.. agar perempuan dapat dilindungi..

:)

CopyPaste-

Sepasang kekasih perempuan dan laki-laki sedang melaju lebih dari 100 km/jam di jalan dengan sebuah motor.

Perempuan : Pelan-pelan, aku takut.

Laki-Laki : Tidak,ini menyenangkan.

Perempuan : Tidak, ini sama sekali tidak menyenangkan. Please, aku takut!

Laki-Laki : Baik, tapi katakan dulu bahwa kau menyayangiku.

Perempuan : AKU MENYAYANGIMU! Sekarang pelankan motornya!

Laki-Laki : Sekarang beri aku pelukan yang erat.

(Lalu Perempuan itu memeluknya)

Laki-Laki : Bisakah kamu melepas helmku & kamu yang pakai? Helm ini sangat mengganggu saya!

(Perempuan itu pun menurutinya)

Keesokan harinya ada berita di koran sebuah sepeda motor menabrak gedung karena rem-nya blong.

Ada dua orang di atas motor itu, tetapi hanya satu orang yang selamat.

Yang terjadi sebenarnya adalah bahwa di tengah jalan, Laki-Laki itu menyadari bahwa rem motor mereka rusak, tapi dia tidak ingin membiarkan kekasihnya tahu.

Dia meminta Kekasihnya berkata dia mencintainya & merasakan pelukannya, karena dia tau itu untuk terakhir kali baginya.

Dia lalu menyuruhnya memakai helm supaya kekasihnya akan tetap hidup walaupun itu berarti ia yang akan mati.

Pernahkah kamu mencintai seseorang sampai sebesar ini?
Ataukah hanya sebatas memperhatikannya, peduli, menelpon / mengirimkannya sms hanya untuk membuatnya bahagia?
Pernahkah kamu mengatakan "AKU MENYAYANGIMU" padanya?
Ataukah kamu menunggu untuk mengatakan itu disaat kamu berada dalam situasi seperti diatas motor itu?
Jika tidak, kamu masih punya kesempatan untuk mencintainya lebih lagi.
Jangan menyimpan rasa cinta itu hanya di dalam hati. Katakan padanya bahwa kamu mencintainya.

Karena kamu tidak pernah tau, apakah besok kamu masih punya waktu dan kesempatan untuk mengungkapkannya..

m a n i s

Orang- orang menyebutnya Masjid Nurul Khattab. Aku menyebutnya Masjid Nury Khattab. Hampir sama dengan namaku.

***

Aku pandangi terus kubah hijau masjid itu sambil berjalan. Sudah hampir tiga tahun dari pertama kali aku lihat hijaunya.

Bagian atasnya mulai basah menampakkan warna lebih tua dari badannya yang lain.

Seperti dicelupkan ke dalam cangkir awan, kemudian sedikit demi sedikit merembes dan menyapu lekat debu di badnanya.

Tiba- tiba saja aku ingat kamu yang suka sekali dengan manis. Aku ingat kue yang sering benar kau ceritakan. Legitnya, warnanya, juga siraman gula di atasnya. Semua kamu ceritakan. Dari bagaimana kamu potong kue itu dengan tepi sendokmu , sampai bagaimana cara kamu membiarkan manisnya menjalar ke seluruh titik- titik rasa di lidahmu. Pasti saat itu dahiku berkerut, seolah gula- gula di ceritamu itu ikut merembes di lidahku. Aku tak suka manis. Tak ada sensasi yang aku dapatkan selain pening darinya. Kamu juga tahu itu. Tapi aku suka , selalu suka mendengarmu bercerita tentang manisan itu.

Gerimis lalu semakin riang berkejaran di sepanjang jalann yang aku lewati. Aku juga jadi ingat, aku pernah ngotot soal gerimis dan hujan. Kamu tertawa ringan saat itu, dan aku suka sekali saat tawamu berganti senyuman sambil mendengar ocehanku di sepanjang jalan.

Aku terus menembus larik- larik air. Deru angin yang semakin liar, serupa sekelebat bayangmu di kepalaku.

Lalu aku bisikkan pelan padanya, " Aku ingin sekali ada satu malam lagi untuk melihat kubah hijau itu dengan hiasan lampu- lampu di atasnya ". Tapi kemudian aku lari, ada sesal karena mennanyakannya. Kau pun tahu, aku selalu takut bahkan untuk membayangkan jawabanmu tentang itu.

***


Dua Malam dengan Jarak Sepuluh Edaran Mentari

***

Masa Depan, aku izin pergi.

sejenak,aku enggan menemuimu saat ini.

aku ragu untuk melihat diriku bergelayut di lenganmu,

jika kau tak izinkan aku pergi menemui Masa Lalu, malam ini.

***

Maka sungguh aku telah kembali.

dalam ruang dan waktu yang sama.

di mana mata yang dulu aku pernah rampas kilat bahagianya?

di mana rongga- rongga kosong yang telah aku tinggalkan pergi?

di mana bon- bon penuh rasa juga warna di tangan takdir Tuhan itu?

Padahal semalam aku hanya izin untuk pergi sebentar.

***

Aku pulang, wahai Masa Depan!!

terima kasih sudah menungguku.

Aku pun pasti bercerita tentang perjalananku semalam.

esok, di saat kau cium keningku di ujung subuh.

***

Antara Kahlil Gibran & MAy Ziade

***

May sayang,

Kau berkata bahwa aku adalah

pelukis dan penyair.

Aku bukan

pelukis, May, juga bukan penyair.

Aku menghabiskan hari-hariku untuk

melukis dan menulis, namun aku

tidak menyatu dengan hari-hariku.

Aku adalah awan, May, awan yang

membaur dengan benda-benda,

namun tak pernah menyatu

dengannya.

Akulah sang awan, dan

dalam awan itu terdapat

kesunyianku, kesendirianku, lapar

dan hausku.

Tetapi yang membuat

duka hatiku ialah bahwa awan itu,

yang menjadi kenyataan diriku,

merindukan seseorang yang berkata,

“ Di dunia ini engkau tidak sendiri,

tetapi kita berdua bersama, dan aku

tahu siapa dirimu. ”

Katakanlah, May, adakah di sana

seseorang lain yang mampu dan rela

mengatakan padaku, “Akulah sang

awan yang lain. Wahai, awan, marilah

kita menebarkan diri di atas bukit-

bukit dan di lembah-lembah; marilah

kita berjalan-jalan di atas pepohonan

dan di sela-selanya, marilah menutup

batu-batu karang yang tinggi, marilah

menembus hati umat manusia,

marilah mengembara ke tempat-

tempat jau yang tak dikenal dan

berpagar benteng. “Katakanlah

padaku, May, adakah seseorang yang

mampu dan rela mengucapkan

setidak-tidaknya salah satu dari kata-

kata ini?

Gibran

***

Ini tentang Gibran dan May.

Tak perlu keduanya bertemu untuk berkasih.

Sebab keduanya saling hidup dalam hati masing- masing.

***


Antara Kahlil Gibran & MAy Ziade

***

May sayang,

Kau berkata bahwa aku adalah

pelukis dan penyair.

Aku bukan

pelukis, May, juga bukan penyair.

Aku menghabiskan hari-hariku untuk

melukis dan menulis, namun aku

tidak menyatu dengan hari-hariku.

Aku adalah awan, May, awan yang

membaur dengan benda-benda,

namun tak pernah menyatu

dengannya.

Akulah sang awan, dan

dalam awan itu terdapat

kesunyianku, kesendirianku, lapar

dan hausku.

Tetapi yang membuat

duka hatiku ialah bahwa awan itu,

yang menjadi kenyataan diriku,

merindukan seseorang yang berkata,

“ Di dunia ini engkau tidak sendiri,

tetapi kita berdua bersama, dan aku

tahu siapa dirimu. ”

Katakanlah, May, adakah di sana

seseorang lain yang mampu dan rela

mengatakan padaku, “Akulah sang

awan yang lain. Wahai, awan, marilah

kita menebarkan diri di atas bukit-

bukit dan di lembah-lembah; marilah

kita berjalan-jalan di atas pepohonan

dan di sela-selanya, marilah menutup

batu-batu karang yang tinggi, marilah

menembus hati umat manusia,

marilah mengembara ke tempat-

tempat jau yang tak dikenal dan

berpagar benteng. “Katakanlah

padaku, May, adakah seseorang yang

mampu dan rela mengucapkan

setidak-tidaknya salah satu dari kata-

kata ini?

Gibran

***

Ini tentang Gibran dan May.

Tak perlu keduanya bertemu untuk berkasih.

Sebab keduanya saling hidup dalam hati masing- masing.

***


Lebih Dingin dari Cairo- mu

Tapi aku mendengar bisikmu
Lembut mengalun, meninggi, kemudian sepi


Aku di waktu yang salah.
Kali ini, aku tak hendak menagih janji.

Kau bilang,
Musim dingin di Cairo- mu membuatmu di sana semakin merindukanku.
Aku tersenyum.
Tiba- tiba ada dingin yang ikut merayapi dadaku.
Lebih dingin, dari kota- mu.

Sementara,
Larik- larik air berkejaran dari langit.
Suara curahnya seperti cerita gadis yang mengaku luka.
Seperti kau, saat ini.

Di sini, di kotaku juga dingin.
Juga kurindu dirimu.
Tiba- tiba ada yang ikut merayapi dadaku.
Lebih dingin, dari kotamu.

Baik- baik sajakah, hatiku yang kutitipkan di sana?

Aku tak hendak menagih janji.
Tidak.
Bukan sekarang.


Tapi aku pasti datang memintanya,
dan kau tak boleh terkejut lantas katakan " tidak".

Kau bilang,
"Aku tak suka hujan kerap datangi kotamu"

"Aku takut ia membasuh bersih langitnya sampai bayangku juga darimu",
Jawabmu saat kutanya mengapa.

Aku pun takut kehilangan bayangmu, di sini.


Cairo, 14- 01- '11

Namaku, "Hilang"

Aku dikejar hilang.

Hilang yang membuat buta,
siapa saja yang menyelaminya.

Hilang yang dalam,
tapi dangkal, untukmu.

Menyeret tanpa ampun hilang- hilang yang pernah pergi sebelumnya.

Menyeret habis, sampai bayang yang tak seharusnya ikut hilang .

"Mengapa ikut hilang?"

"karena bersama hilang, aku akan ada; tak hanya sejenak dihatimu"


Cairo, 14- 01- '11

Rimpang

"Aku dulu pernah menikah", jawab laki- laki taksi yang tua itu. Ku tangkap campuran sedih dan marah dari suara seraknya. Lalu segera dia tambahkan,"Kunt" (baca; used to). Sembari menarik nafas panjang. Udara siang Kota Kairo mendingin di paru- parunya yang rimpang.

Hampir semua ia ceritakan. Cerita masa muda yang sangat jauh berbeda dengan masa tuanya yang diam dan memuakkan.Tentang istrinya yang entah mengapa masih ia sayang. Juga anak- anaknya yang ditinggal menikah oleh ibunya.


Rob'ah - Gami' ternyata cukup untuk ikut menelusuri mimpi- mimpi indah yang beralih cepat menjadi masa lalunya.

"Mafish makaan tani li ayy had fi hayati",ucapnya parau mengakhiri ceritanya. Kemudian Aku tanggapi dengan senyuman.

Laju taksi melamban lalu terhenti. Aku beri 5le lebih dari ongkos yang kami sepakati. Sambil mengucap salam aku keluar dari taksi. "Musyakkirin awi ya bint". Lalu aku mengagguk tersenyum, dan bapak tua tadi menghilang bersama taksinya.


Ternyata masih ada pecinta yang tulus dan setia. Mungkin bapak tadi sisa- sisa dari yang ada. Tapi ku harap benar- benar ada, satu untukku. :) hehe.





Mahattah Gami', Nasr City, Cairo,
Egypt.

Pusaran

Di tengah- tengah mereka aku tak jauh berbeda.

Menaiki langit malam lewat tangga- tangga doa memohon ijabah setiap mimpi.

Berbahasa hati pada Yang Memiliki hati.

Kemudian lepas melesat tinggi berusaha mampu mengusap ambang yang mungkin masih tertutup.

Lalu aku begitu yakin. Tapi aku sembunyikan.

Cukup Tuhan yang tahu.

kemudian terbayang punggungmu dan ujung ihrammu yang kugenggam erat.. ..


*Memoarable umrah awal Tahun Hijriah, sebelum pulang ke Kairo*

Tentang Hati, Siapa Tahu

Ada hati dengan rangkaian cermin mengalunginya.
Ada bayangan wajah juga tipis padanya.
Kuhafal betul, garis kaku tanpa pahatan hidup membingkai pucat bibirnya .

Ada juga, pohon tua tapi tak akan lebih tua dua malam lagi, di pojok sana.

Kau tahu maksudku, tinggal menunggu waktu saja bagiku untuk mereka bertemu.


Rindu, kata mereka.


"Kasihan, tak ada yang membisiki salah satunya bahwa satu yang lain sudah patah", bisik rembulan.




Lalu kau tak mungkin lagi berharap.
Karena asamu kukoyak habis demi pengganti daun- daun kerìng untuk mencadari antara cermin dan pohon tua tadi .


Jeddah,
Gerbang Dua Kota Suci.

Dilapisi yang ' selalu dominan '

Aku terlanjur melepasnya untuk pergi menuju engkau.

Mustahil ia akan pulang lagi ke sini; rongga yang pernah kau buat kosong.

Ah..terpaksa aku pulang tanpanya.


Mekkah.

Ada yang Dominan; "Sayang"

Sepenuh hati, se benar- benarku.
namun selalu salah aku atas gerak tanganku; menjaga hatimu.

Tuhan, malam ini kupintakan untuk kedua belah mata indahnya, lelap; walau di atasnya pekat kabut dan dingin.

Dan untuk fajarnya; sediki hati juga jiwa. Untuk benar- benar rela memahami . .





Detik- detik terakhir Jeddah,
Kerajaan kabilah malam.

es em es

Bukan karna apa- apa, tiap kali kau terkantuk dan tidak menemukan namaku di layar 'henfon'-mu.

Aku sedang didominasi jiwa bahagia dengan bunga- bunga saat itu.

Rasa di ujung - ujung jari tak sempat diungkap, kalah cepat dengan pesan lain; 'ko ga di balas?'

Lalu aku, akalku kembali ,ternyata lama kau buat aku melayang tinggi.

Lalu aku, paut alisku menjawab,'aku sibuk'. Dan 'Sibuk dengan rasaku tentangmu',yang tak sempat aku ketik.

Akhirnya rindumu aku buat bercak2 kesal di atasnya.


Tapi itu tak seberapa.
Kalau dibanding dengan aku, yang berkali- kali jatuh padamu tanpa m e l o m p a t kepadamu.



5-12-'10
Jeddah,
Kingdom of Black Gold.

Rasanya

Di bawah selimut biru pun digulung sejuk antara dua lapis langit, rasanya.

Bunga-bunga penuh berjatuhan dari langit kamar.
Lembut menyentuh pipi,menarik-narik sudut bibir. Mungkin rasanya kalau bisa, dalam lelap pun kau buat harus ku tersenyum.

Yang lain, yang masih berjatuhan, lalu meresap ke dalam dada..menggelìtik ujung jantung hati, merah jambu di setiap sisì, merah jambu di mana- mana.

Sampai benang- benang menjuntai di sekujur tubuh, namun selapis di bawah kulit ari. Ditarìk perlahan,sampai lepas. Seperti itu rasanya.


Bagaimana aku dan kau dapat bertemu,, kalau malam ini tetap sulit rasanya aku dan mimpi untuk menyatu.

12-12-'10
Jeddah,
Kerajaan dibawah 'nuun' putih tanpa titik atas.

Sambil Pandangi Langit- Langit Kamar

Jiwa baru itu terbangun, mungkin sadar; bukan tempatnya di rindang ini.

Pelan bibirnya manis berbisik,
Tentang waktu yang mengantarnya untuk pulang; dan itu ancaman.
Tentang rindang yang ia curi dari jiwa yang lain, demi dan walau sekejap.

Malam tanpa gelap,
Siang tanpa wangi mentari.
Berbaur kesan sesal; sedang hatinya berharap rindang itu untuk tetap ada untuknya.

Namun pada lengan malam ia tersenyum penuh arti; sudah hampir sempurna makar ia coba dirangkai.

Tanpa ia gubris, jiwa lain ia jeruji.

Jeddah,
Kerajaan Pertama

Siang Bercadar di Kantor Jawazat, far3 bu3uts.

Tiga anak laki- laki kecil.

Berlarian di ruangan itu, sesekali tertawa.

Kalaupun tidak,tetap ada senyum.

Yang paling besar, duduk manis d samping mama mereka.

Aku senyumi si bungsu manis, dia balik tersenyum malu sambil brlari kecil hampiri mamanya.

Diikuti sang kaka.

Keduanya pergi lagi dari mamanya, kemudaian berjalan memutari bangku tempat ku duduk.

Tertawa sambil brbahasa balita. Tak kumengerti, tapi lucu.

Mereka berlari, tapi pasti, kembali lagi ke mama mereka.

Punggung- punggung membelakangiku,

berderet di depan loket.

Ada 3 garis antrian di belakang beberapa punggung tadi.

Passport, forms, tasdiq, di tangan- tangan mereka.

Aku,duduk d pojok ruangan.

Di bangku orange.

Tangan kiri memegang passport juga berkas lainnya.

Sambil ditopangkan pada tas hijau toska di pangkuan.

Jempol tangan kanan sibuk berpindah- pindah di layar SE.

Lalu, aku semakin dibuai AC, dan mengantuk...

"Hujan Lokal" Kairo, di Ambang Magrib

Tak akan ada lagi nadi- nadi yangt berpacu untuk kau mengertinya.

Biar nanti kamu saja yang memahaminya sendiri.

Kalau di detik selanjutnya suara nafasku tak lagi kau dengar,

itu bukan berarti ku telah mati.

Tidak, aku tidak mati.

Mana mungkin aku rela mati sementara ribuan kalut meremas- remas hati ini?

Hanya sulit bernafas.

Sungguh harummu semakin membuatku sesekali menahan helanya.

Kau semakin indah.

Mungkin itu yg membuatku tak boleh lagi memegang pundakmu.

Kau membutuhkan tangan yg juga indah untuk dibiarkan mengusap dan menguatkan keduanya.

Aku menyesal, belum sempat benar- benar menenangkanmu

Kairo, 16- September- 2010

Re- eclipsing

"senyumanmu yang selalu menghiasi hariku. . ."

Alunan lagu j-rocks memainkan sekelebat demi sekelebat ingatan tentang orang di sampingku. Mungkin hal yang sama pun dia rasakan. Tapi mungkin juga tidak, kecuali lirik- lirik lagu tadi berhasil menerobos alam bawah sadarnya.

"kamu inget lagu ini?", kucoba lontarkan kotak- kotak kata. Ingin tahu, dia benar- benar tidur atau tidak.

Tak ada jawaban.

Kutunggu lagi,

tetap tidak ada.

Sepertinya dia benar- benar terlelap, sudah.

Aku turunkan sedikit bahu kiriku, lalu kuletakkan kepalanya di bahuku. Paling tidak, lehernya tidak sakit dengan posisi 'tertidur' seperti tadi. Paling tidak juga, ada bahu yang selalu rindu untuk dia, orang yang tengah tertidur saat inisandari.

Tangkai- Tangkai Rembulan

"I liberate u, Malicca", ucapku malam itu.
"Aku ingin coba ikhlas melepasmu", lanjutku, tertahan.
Malicca menangis tanpa suara, berusaha senyum. Tak bisa juga, akhirnya ia menunduk.Sungguh Aku tidak sanggup berlama- lama melihat kedua belah mata indah itu menangis. Aku tak pernah ingin melihatnya terluka. Tapi ini harus kulakukan. Akhirnya malam itu aku melepasnya.Aku tak tahu apakah aku benar- benar ikhlas atau tidak. Tapi setelahnya aku belajar betul untuk ikhlas. Kami bercerai.

Terkadang apa yang telah kita coba ikhlaskan untuk pergi, Tuhan kirim kembali untuk kita. Seperti 3 tahun setelah gerimis di malam aku menceraikannya. Bidadari cantik itu pun dikirim Tuhan kembali untukku .

Aku rujuk dengannya. Sungguh mimpi untuk hidup bersamanya lagi itu sebelumnya telah kucoba hapus. Walau aku sangat menginginkannya. Tapi maha suci Tuhan, Ia tahu seberapa besar aku membutuhkan Malicca. Satu-satunya wanita lembut yang merasuki perlahan setiap sendi- sendi kehidupanku.
Sepi dan nyeri selama 3 tahun itu seperti tidak pernah terjadi, saat Tuhan kirim ia kembali ke dalam hidupku.
.

Malam- malam seperti ini, selama tiga tahun aku habiskan berdoa sendirian di ruang kerjaku. Aku mengadukan setiap geliat hati sejak menceraikan Malicca malam itu kepada Tuhanku. Malam ini berbeda, bidadari cantik itu ikut menemaniku qiyam dan mengadu kepada Rab kami. Syukur yang sama kita panjatkan malam ini. Tak ada habisnya mensucikan asma-Nya. Seperti mimpi. Tidak, jauh lebih indah dari mimpi.

Biasanya sore- sore seperti ini Malicca, Istriku, membuatkanku teh beraroma mint. Aku suka sekali ketika dia menuangkan isi teko putih itu ke dalam cangkir. Aroma teh dan mint yang bercampur dengan wangi rambutnya. Ia tersenyum lantas mencium pundakku. Aku membalas mencium keningnya. Ia begitu cantik. Begitu kusayang. Aku juga sangat rindu ketika dia membalikkan badan membelakangiku, berjalan menghampiri purnama kembar kami, pemberian Tuhan nan cantik. Mencandai mereka. Tertawa lembut. Aku sangat rindu itu.

Sore ini tak ada lagi tawa itu.Tak ada lagi dua tangan lentik Malicca yang selalu membelai tiap- tiap helai rambut kedua anakku. Sore ini, dua putri kembarku juga bermain. Tapi hanya berdua, tanpa ibu mereka. Malicca - istriku-, benar- benar telah pergi sekarang, kembali kepada Zat yang pernah menitipkannya dulu padaku. Tuhan kami. Tapi wanginya tetap selalu tercium setiap kali aku bernafas. Dia selalu di sini, di hati .

Aku teringat candanya empat tahun yang lalu. Di teras ini. "Pa,aku ga mau ditinggal papa nanti. Mama aj yah, nanti yang duluan," ujarnya manis, sambil bergelayut manja. Tidak pernah terfikir, dia akan benar- benar mendahuluiku.


Ya Allah,beri ia tempat terindah di sisimu. Seperti pernah dia menempatkanku di tempat terindah di dunia ini, hatinya yang lembut.












05:12 am
Kairo.

Adunan Malam

Mungkin saatnya rindu untuk disimpan.
Bukan waktunya untuk dia bemain di taman sepi.
Jangan, nanti diapun menghilang!
Esok pagi saja kalau dia mau,
tadahi tetesan embun untuk keringku.


Jadi, kusimpan dia akhirnya di saku rembulan.

Tak lagi ruang yang sama sempat kita datangi berdua.
Tak juga waktu.
Saat ini aku bermain awan di atap malam.
Sambil sesekali berbisik juga tertawa perih.
Sepertinya bulan memperhatikanku.
Aku hentikan parau suaraku.
Pucat.
Memang tak seharusnya aku bercerita.
Harusnya kusimpan.


Kalau begitu, biar awan- awan berasap itu yang meredamnya.
Sebelum kemudian melewati tempat kau malam ini terlelap,
sementara seraut wajahmu lembut melintasi angan.




Cairo, 22 - 7 - '10

Glitter Pagi

Pagi ini, seperti pagi-pagi beberapa saat yang lewat.
Hijrah dari "dreamland" ke "realityzone". Hem..Jadi teringat pada satu bait lirik lagu arab.
Bait itu menceritakan kebahagiaan seorang perempuan dengan kekasihnya. "ahLaa min eL-ahLaam".
Berlebihan, menurut saya.
Aku tersenyum kecut ketika akhir-akhir ini mendengarnya. Aneh. Hmm..tapi mungkin aku yang aneh,
karena dulu aku juga pendukung fanatik bait tsb.huahuae
Aku sentuh awal hariku dg mukena putih, dan mushaf tahajud. Walau beberapa saat kemudian aku tutup sebentar hadiah pagi dari Tuhanku itu dg kembali ke dunia mimpi menngambil apa-apa yang tertinggal: kantuk dan perasaan belum kuat untuk menghadapi "kekerasan" di realityzone(tapi sebenarnya aku mencuri-curi lihat ke isi kado dari-Nya tadi. AKu tak benar-benar terlelap).
Oia, ada alasan satu lag mengapa aku menutupnya; kedua kelopak mataku lebih mirip burger pagi tadi.
Aku gak mau nanti ketika pergi kuliah atau apalah, kesulitan membubuhkan eyeliner padanya.
Tapi ternyata tidur juga tidak banyak membatu banyak mengempiskan "burger-ku".
Aku menamai semua ini glitter pagi. Selalu saja terjadi beriringan dengan penarikan-penarikan kepada masalah lama; i'm not good enough to be nanana. Tak perlu aku teruskan.
Harus ada rahasia. Jangan cemburu, karena aku memenuhi catatan-catan harianku pun dengan kode2 rahasia. gila memang.
Aku bingung. Semuanya tak lagi jelas dan transparant.
Semalam aku meminta tuhan memberiku bocoran.
Tapi aku belum mendapatkannya.Bahlan aku diberi hadiah pengganti --kesempatan hidup hari ini--. Mungkin diriku juga masih terlalu "gimanaa gitu" untuk menangkap apa yg kupinta semalam. sabar saja. Tapi sumpah, kalau hadiah tadi aku bisa tukar denagn apa yang aku pinta semalam, aku akan lakukan.
Atau karena ini bukan seperti ulangan harian di SMP dulu, jadi tak ada bocoran jawaban. Mungkin saja.
Dan kuberi tahu, ternyata keberadaanku di dunia mimpi juga disesali oleh teman-temanku di sana. Akhirnya aku memilih reality zone itu untuk menjadi sasaran yang ingin kutaklukkan.Mudah-mudahan di sini tak ada yang menyesalkan keberadaanku. Semoga.