Saturday, June 18, 2011

Absensi

Keberadaanku dan kamu,
Keberadaanmu dan aku,
Keberadaan kita sulit direngkuh

Karena tiap jiwa datang membawa serta kesunyian masing- masing

Keberadaanku dan kamu,
Keberadaanmu dan aku,
Keberadaan kita sulit direngkuh

Karena kita adalah satu jiwa yang mengisi dua raga.

H u j a n

Hujan itu membahasakan sabda Tuhan kepada makhluk.

Bukan lirik lagu tentang luka satu makhluk atas makhluk yang lain

Celah (Ruang) Ekstra

Layaknya ruang kosong antara lembaran kaca jendela dengan bingkainya,
 yang dibuat agar kaca tersebut tidak pecah
 saat memuai karena panas atau getaran kuat yang di hasilkan lintasan pesawat , 
begitu juga ternyata kita; membutuhkan "ruang kosong" agar tidak "pecah".

Segala Suara

Kubisa dengar ruang sebelah
Lewat dinding kamarku
Segala suara

Semakin merapat telinga juga hatiku
ingin mendengar
Segala suara



Ada celah kecil di atas sana
serupa tertusuk cahaya bulan.
Apakah bulan, di ruang sebelah?

Kulalar lagi, segala permukaan dindingku.
Siapa tahu, di ruang sebelah juga melalar,
mencuri dengar segala suara dari ruangku


Dinding ini belum juga runtuh

Pulanglah, Kau Hawa!

Padahal engkau istri,
Padahal kau ibu.

Pulanglah,
Tidakkah kau lihat,
Kuku zaman telah mengoyak habis keperempuanmu.

Pulang,
Dekap senja di kaki magrib.
Pulang,
Genggam untaian tasbihmu.






p u l a n g

Bukan Antibiotik

Maaf darimu mungkin bukan antibiotik spektrum tinggi.
Tapi setidaknya ia
mampu menjadi analgetik.

Pemimpin Kita

Sedikit kerikil. Hanya ingin menyingkirkannya. Sedikit ke tepi.


Tentang pemimpin kita, meski tak semua.
Tentang pemimpin kita, semoga hanya sedikit dari yang sisa.



Oia. Tembok2 putih tinggi begitu kokoh. Pagarnya diukir emas. Tinggi.


Ada satpam. Anjing penjaga juga lengkap.

Wisma mereka. Tidak semua orang bisa masuk.
Sedang rumah Allah selalu terbuka untuk siapapun
.
Merasa lebih dari Tuhan? Semoga tidak. Mereka tetap pemimpin kita.

Pensiun dan Srigading

Sore hari, di pojok taman.

R: Ok, ok. Aku akan secepatnya pensiun.
L: Tapi belum 60 tahun..
R: Gila kamu, mau tunggu sampai 60 tahun? Aku bisa mati di umurku yang ke-30 tahun.
L: Baik, baik, itu terserah kamu sajalah. Jadi, kapan kamu akan mulai urus pensiun mu?
R: Aku hanya tinggal keluar dari pintu kaca ini, lalu tidak kembali lagi.
L: Oh,tapi barang- barangmu?
R: Hmm, biar saja d ruangan itu .Terserah mereka mau buang atau apakan.
L: Tapi apa tidak lebih baik pamitan dulu?
R:Ah, entahlah.
L: Pigura yang di dinding?
R: Apa kau bilang barusan, dinding? kamu pikir ruangan itu ber-dinding? Di sana tidak ada dinding, kau tahu.Aku bisa lihat ruang- ruang waktu yang lain dari ruanganku sendiri. Tempatku bukan di sana. Tapi di tempat lain yang berdinding. Yang bisa menjaga aku di dalamnya.
L: Ok, aku mengerti.
R: Ya, cuma kamu yang bisa mengerti.
L: Kau tidak akan rindu pada taman ini?
R: :). Mana mungkin tidak rindu. Aku akan bawa satu pot srigading dari taman ini.
L: Buat apa?
R: Biar tetap rindu.



***

Ruang Tanpa Dinding

Sembilu jarak menancap
dalam,melesat tepat di jantung hati.
Pucat parasmu,darah menetes dari ujung kemeja putihmu.

Kutarik lenganmu, mengajakmu menikmati malam melalui sepi .
Tanpa mengubris genangan merah semata kaki.

Kudekap engkau,dalam ruang tanpa dinding.
Merasakan denyut nadi yang kian melamban.
Kau, dan aku

Anggap Saja Terapi #1


Tangan kiri beku tertahan aliran darahnya oleh k e c e w a
Tangan kanan dipaksa sungguh untuk (tetap) menggerak mouse
keduanya beku, tapi tak akan pernah pecah karena k e c e w a


Bibir pucat, terkatup rapat juga oleh k e c e w a
mata panas, dicoba tegar
Bibir mengeras membentuk garis, siap disapa sesuatu yang sebentar lagi jatuh dari mata.
Tapi semoga tidak, walau sungguh k e c e w a


Ujung tangan - ujung kaki. 
"kesemutan" menarik- menarik dijalarinya
lalu berputar cepat di perut, 
Tak apa, kalaupun pening akan terjatuh 
ada k e c e w a yang pasti menangkapnya



Terakhir, 
hati. 
Gemuruh di sana. 
Sempurna.